Grafik Pergerakan Nilai Tukar Dinar

Grafik Pergerakan Nilai Tukar Dinar
sumber: GERAI DINAR

Alasan Fundamental Untuk Memilih Dinar…

1. Dinar emas adalah uang yang digunakan oleh Rasulullah SAW tidak hanya untuk jual beli, tetapi juga untuk penerapan syariah itu sendiri.

a. Nisab zakat yang diukur dengan 20 Dinar atau 200 Dirham.

b. Batasan Hukum potong tangan bagi pencuri batasannya adalah nisab pencuri ¼ Dinar.

c. Diyat atau uang darah [dibebaskan dari hukum qisas (dibunuh)] yang besarannya 1000 Dinar.

Lantas bagaimana kita bisa tahu seseorang menjadi wajib zakat atau malah sebaliknya berhak menerima zakat kalau ukurannya yang berupa Dinar atau Dirham saja kita tidak mengenalnya ?.

2. Fakta di dunia modern ini bahwa uang kertas tidak akan bertahan terlalu lama. Semua uang kertas yang ada di dunia modern ini, tidak ada satupun yang telah membuktikan dirinya bisa survive dalam seratus tahun saja. Bisa jadi nama uangnya masih ada, tetapi jelas daya belinya sangat jauh berbeda dalam rentang waktu tersebut.

Padahal disisi lain ada uang yang daya belinya terbukti tetap lebih dari 1400 tahun yaitu Dinar. Di jaman Rasulullah SAW 1 Dinar cukup untuk membeli kambing, saat inipun 1 Dinar bisa membeli kambing yang baik di Jakarta.

Selengkapnya……..

Grafik Harga Emas Harian - Mingguan - Bulanan -Tahunan

Investasi Emas : Koin Dinar, Emas Lantakan Atau Emas Perhiasan ?

Default value (nilai asal) dari investasi emas tinggi - otomatis nilai emas akan kembali ke nilai yang sesungguhnya – yang memang tinggi.

Default value (nilai) uang kertas, saham, surat berharga mendekati nol , karena kalau ada kegagalan dari pihak yang mengeluarkannya untuk menunaikan kewajibannya –uang kertas, saham dan surat berharga menjadi hanya senilai kayu bakar.

Nah sekarang sama-sama investasi emas, mana yang kita pilih ? Koin Emas, Emas Lantakan atau Perhiasan ?

BACA SELENGKAPNYA...........

Senin, 24 November 2008

Bencana Dolar, Mari Kembali Ke Emas

HTI-Press. Krisis keuangan global yang terjadi kini merupakan fenomena yang menjadi pusat perhatian dunia, tidak saja bagi pemikir ekonomi mikro dan makro, tetapi juga bagi para elite politik dan para pengusaha. Dalam sejarah ekonomi, ternyata krisis sering terjadi di mana-mana melanda hampir semua negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Krisis demi krisis ekonomi terus berulang tiada henti, sejak tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, dan 1998 – 2001 bahkan sampai saat ini krisis semakin mengkhawatirkan dengan munculnya krisis finansial di Amerika Serikat.

Roy Davies dan Glyn Davies, 1996 dalam buku The History of Money From Ancient time oi Present Day, menguraikan sejarah kronologi secara komprehensif. dimana sepanjang abad 20 telah terjadi lebih 20 kali krisis besar yang melanda banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa secara rata-rata, setiap 5 tahun terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia.

Krisis ini pun berimbas pada dolar yang kemudian membuat gonjang-ganjing keuangan banyak Negara di dunia. Uang, dalam perekonomian mempunyai arti sangat penting. Ketidakadilan alat ukur itu, karena instabilitas nilai tukar, akan mengakibatkan perekonomian suatu bangsa bahkan dunia, tidak berjalan pada titik keseimbangan. Akibatnya, akan semakin sulit merealisasikan keadilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Inilah yang menimpa sistem uang kertas yang kita anut saat ini.

Uang kertas yang pada dasarnya hanya berupa kertas, ternyata tidak memiliki nilai intrinsik yang murni. Akibatnya, fluktuasi nilai tukarnya terus terjadi. Baik karena gangguan sektor riil seperti korupsi dan bencana alam, maupun gangguan sektor moneter yang berpeluang menciptakan sistem ribawi.

Potret ketimpangan ekonomi yang melanda negara-negara dunia ketiga akibat penerimaan mereka terhadap sistem mata uang kertas (fiat money) menjadi bukti nyata akan hal itu. Fiat money adalah penggunaan mata uang berbasis kertas yang diterbitkan pemerintah suatu negara tanpa disokong logam mulia (emas dan perak).

Penggunaan fiat money baru dikenal pada abad 20 ini. Penandanya, saat sistem Bretton Woods ambruk pada 1944. Emas yang selama ribuan tahun menjadi standar mata uang (classical gold standard) diganti dengan sistem kurs mengambang (flexible excange rate) yang sama sekali tak lagi bersandar pada emas. Dunia kemudian hanya mengenal satu mata uang kertas yang mendominasi perdagangan dan menjadi pilihan mengisi cadangan devisa oleh berbagai negara, yaitu dolar AS.

Perombakan sistem moneter standar emas dunia adalah hasil rekayasa Kapitalisme dalam rumusan Imperialisme Moneter melalui IMF dan Bank Dunia dengan metode hutang luar negeri, sistem moneter bukan standar emas, inflasi dengan sistem bank sentral, selisih kurs dan bunga melalui mekanisme pasar bebas. Dengan fluktuasi yang sedikit saja, maka hancurlah sitem keuangan dunia. Lebih lebih votalitas kurs ini bisa dipermainkan oleh beberapa orang/ lembaga saja di dunia ini.

Penggunaan uang kertas sebagai alat transaksi moneter internasional itu telah membuka ruang bagi munculnya penjajahan baru dan salah satu biang ketidakadilan moneter di dunia. Melalui mata uang kertas, sebuah negara dapat menjajah, menguasai, bahkan melucuti kekayaan negara lain. Negara yang memiliki nilai mata uang kertas lebih kuat menekan negara lain yang mata uang kertasnya lebih lemah.

Contoh nyata penjajahan melalui mata uang itu terlihat dalam penggunaan uang kertas dolar Amerika Serikat (AS) yang diterima oleh 60 persen penduduk bumi. Inilah ironi terbesar dunia saat ini. Dolar yang terdistribusi secara luas menempatkan AS pada tempat istimewa. Melalui dolar–mata uang yang tak berbasis pada emas itu–AS mengeksploitasi, memajaki warga dunia dengan mengalihkan beban inflasi yang ditanggungnya pada seluruh pemakai dolar di seantero dunia. Negara-negara ketiga didera krisis ekonomi berkepanjangan lantaran harus membayar inflasi yang ditimbulkan oleh penggunaan uang kertas tersebut.

Bukan itu saja. Ketidakadilan juga tersimak saat negara-negara ketiga menyerahkan pelbagai komoditas mereka seperti minyak, kayu dan kekayaan alam lainnya sementara AS cukup menukar semua komoditas itu dengan uang kertas yang bisa dicetaknya kapan saja. Sepanjang dolar tetap dipakai dalam pelbagai transaksi moneter internasional, ketimpangan moneter dan krisis ekonomi akan terus melanda negara-negara ketiga.

Dalam sejarah, mata uang emas terbukti diterima sebagai alat moneter universal. Ribuan tahun lamanya masyarakat dunia dari pelbagai peradaban memilih mata uang ini sebagai alat tukar dalam aneka praktik keuangan. Selama ribuan tahun pula, perdagangan dunia menganut konsep bimetalisme, kebijakan moneter berbasis emas dan perak. Imperium Romawi menggunakan denarius, mata uang berupa koin emas bergambar Hercules bersama dua putranya, Herculyanoos dan Qustantine. Di Cina dikenal qian, mata uang yang juga berbasis logam.

Jika kita mau terbebas dari ketidakadilan moneter dan krisis ekonomi tersebut, maka kenapa tidak melirik mata uang emas dan perak. Sistem uang emas dan perak punya beberapa keunggulan.

Pertama, uang emas sudah dibuktikan sejak zaman Nabi Muhamad saw sebagai alat tukar yang punya nilai intrinsik murni. Nabi pernah mengutus sahabatnya membeli seekor kambing dengan harga satu dinar. Hari ini, 1500 tahun kemudian, sekeping dinar tetap bisa dapat seekor kambing. Jadi, nilainya tetap. Begitu juga dirham. Satu dirham dari dulu sampai sekarang kira-kira dapat seekor ayam kecil, sedangkan ayam besar dua dirham. Jadi, emas dan perak adalah penyimpan nilai yang tetap dan dijamin oleh dirinya sendiri.

Kedua, jika emas dan perak berlaku sebagai mata uang maka ia akan menjadi mata uang universal yang menjadi milik semua negara. Karena emas dan perak diterima oleh semua negara. Ketiga, sebagai mata uang universal ia tidak memiliki masalah kurs. Sehingga, harga 1 dinar di Amerika Serikat sama dengan harga 1 dinar di Indonesia. Tidak seperti sekarang, $ 1 US tiba-tiba 9000 kali lipat rupiah, dan ini tiap kali bisa dimainkan.

Keempat, jika kita menetapkan dinar dan dirham sebagai mata uang, berarti kita telah bersikap adil. Karena, begitu kita bertransaksi dengan dinar berarti kita telah melakukan tukar menukar harta dengan harta lain yang nilainya sepadan. Misalnya, kita menjual hasil hutan berupa kayu, kita akan mendapatkan emas dalam bentuk dinar. Kelebihan lainnya, jika kita mempunyai cadangan emas yang banyak, kita tidak mudah diguncang berbagai krisis. Tidak seperti saat ini. Kita mengekspor minyak, kayu, elektronik, dan lainnya hanya untuk ditukar dengan kertas yang nggak ada apa-apanya. Hanya kertas dengan angka-angka yang dipaksakan oleh hukum dan politik negara untuk mempercayainya.
Sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2008/11/05/bencana-dolar-mari-kembali-ke-emas/

Tidak ada komentar:

Investasi Emas, Why Not?

Thursday, May 29th, 2008

Emas dari dulu memang menjadi fenomena yang menarik hati. Memang benar apa yang dilakukan para orang tua jaman dulu yang gemar membeli emas atau tanah dari pada barang lainnya. Karena mereka tahu bahwa harga emas bakal naek terus dari tahun ke tahun. Investasi emas untuk jangka panjang (long term) memang sangat menjanjikan disamping simple juga tidak terlalu membutuhkan keahlian khusus untuk menjalankannya. Sama halnya dengan investasi tanah. Kendalanya mungkin pada keamanan penyimpanan emas itu sendiri, apakah di simpan di rumah atau di bank (Safe Deposit Box Bank). Perjalanan harga emas dari tahun ke tahun sangat fantastis, tahun 1998 harga emas per gramnya mencapai Rp 25,000,-, tahun 2004 sudah mencapai Rp. 90,000,-, sedangkan sekarang harga per gramnya per tanggal 29 Mei 2008 sudah mencapai Rp. 279,000,-. Memang harga emas belakangan ini sempat naik turun akibat fluktuasi harga minyak dunia. Ya, setidaknya kita perlu jeli untuk memanfaatkan peluang berinvestasi emas mengingat kondisi tersebut.

Kenapa Emas?

TEORI INVESTASI

Jangan Taruh semua Telor dalam satu keranjang. Pastikan investasi anda berada dalam beberapa instrumen invesatsi anda selain tanah, saham, obligasi, dan emas tentunya.

SEJARAH BERKATA

Sejarah membuktikan emas tidak memiliki efek inflasi (ZERO INFLATION EFFECT) dan cendrung stabil dengan nilai yang riil.

TEORI KELANGKAAN (SCARCITY)

Di beberapa negara terjadi penurunan produksi emas, sehingga menimbulkan kelangkaan (scarcity) emas di masyarakat sedangkan permintaan terhadap emas meningkat. Hal ini bisa memicu kenaikan harga emas.

(Ditulis oleh : Gede Suarnaya, dari berbagai sumber)